Jumat, 18 Agustus 2023

Tarif PPh & Contoh Perhitungan

Tarif pajak PPh 21 menjadi salah satu kewajiban wajib pajak yang memiliki pendapatan di atas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) baik yang berada di dalam maupun luar negeri. PPh pasal 21 adalah pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan oleh orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa dan kegiatan. Untuk jenis pendapatan dan pekerjaan yang dikenakan pajak PPh 21 dapat mengacu ke Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015. 

Sebelum membahas perubahan perhitungan tarif PPh 21, rasanya kita perlu memahami besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP) terlebih dahulu.  Hal ini akan mempengaruhi perhitungan pajak dan melihat perubahan yang terjadi pada tarif pajak.  

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan netto karyawan tetap dan penerima pensiun berkala yang sudah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan tanggungan. 

Sementara itu, karyawan kontrak (PKWT) memiliki perhitungan yang berbeda. Perhitungan PKP karyawan tidak tetap dilakukan dengan mengurangi penghasilan bruto yang sudah dikurangi PTKP. 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Direktorat Jenderal Pajak mendefinisikan PTKP sebagai pengeluaran minimal yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar wajib pajak dalam satu tahun.  Dalam perhitungan tarif pajak PPh 21, wajib pajak hanya dikenakan pajak atas pendapatannya dikurangi dengan PTKP sesuai dengan tanggungan yang dimiliki. 

Laki-laki / Permp Lajang

Laki-laki Kawin

Suami & Istri Digabung

TK/0

Rp54.000.000

K/0

Rp58.500.000

K/I/0

Rp112.500.000

TK/1

Rp58.500.000

K/1

Rp63.000.000

K/I/1

Rp117.000.000

TK/2

Rp63.000.000

K/2

Rp67.500.000

K/I/2

Rp121.500.000

TK/3

Rp67.500.000

K/3

Rp72.000.000

K/I/3

Rp126.000.000

Pengesahan UU HPP sendiri, tidak berpengaruh langsung pada besaran PTKP yang di atas. Namun demikian, berpengaruh pada perhitungan tarif pajak progresif PPh 21. 

Perubahan tarif progresif PPh 21

Untuk dapat membandingkan dengan lebih jelas perubahan sebelum UU HPP disahkan dan sesudahnya, perhatikan tabel di bawah ini:

Lapisan Tarif

Rentang Penghasilan (UU PPh)

Tarif

Rentang Penghasilan (UU HPP)

Tarif

I

0-Rp50.000.000

5%

0-Rp60.000.000

5%

II

Rp50.000.000 – Rp250.000.000

15%

Rp60.000.000 – Rp250.000.000

15%

III

Rp250.000.000 – Rp 500 juta

25%

Rp250.000.000 – Rp 500 juta

25%

IV

> Rp500 juta

30%

Rp500 juta – Rp5 miliar

30%

V

>Rp5 miliar

35%

Dari tabel tersebut, perubahan paling signifikan terjadi di lapisan I dan penambahan lapisan V. Di lapisan tarif PPh 21 I, terdapat keringanan pembayaran untuk wajib pajak yang memiliki pendapatan hingga Rp60.000.000.  Tarif ini, hanya berlaku bagi wajib pajak yang telah memiliki NPWP karena bagi wajib pajak yang belum memiliki NPWP maka berlaku tarif 20% lebih tinggi. 

SIMULASI PERHITUNGAN TARIF PPH 21 TERBARU
Untuk simulasi perhitungannya, kita akan menghitung dengan metode gross di mana karyawan menanggung sendiri pajak penghasilannya. 
Soal kasus 1:
Misalnya, ada seorang karyawan yang memiliki gaji bulanan sebesar Rp 8.000.000, statusnya lajang tanpa tanggungan (PTKP TK/0).

Langkah 1: Pendapatan bruto – biaya jabatan = Pendapatan nett
Rp8.000.000 – (5% x Rp8.000.000) =Rp 8.000000 – Rp 400.000,- = Rp 7.600.000,-
Langkah 2: Penghasilan nett x 12 bulan = Penghasilan nett tahunan
Rp 7.600.000 x 12 bulan = Rp91.200.000
Langkah 3: Penghasilan nett setahun – PTKP TK/0 = Penghasilan Kena Pajak
Rp 91.200.000 – Rp 54.000.000 = Rp 37.200.000
Langkah 4: Tarif pajak PPh 21 
5% x Rp37.200.000 = Rp1.860.000
Langkah 5: Pajak terutang setiap bulan
Rp1.860.000 : 12 bulan = Rp 155.000

 
Soal Kasus 2:

Fahri bekerja pada PT Kartika Kawashima. Status-nya belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp 5.500.000 sebulan. Perusahaan tempatnya bekerja memberikan tunjangan pajak penuh kepada Fahri sejumlah Rp 35.167. Sementara, iuran pensiun yang dibayar Fahri adalah Rp 55.000 sebulan.

Jadi, Contoh Hasil Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Agustus 2023 bagi Fahri yang tidak menerima penghasilan lain dari PT. Kartika Kawashima selain gaji adalah:

Gaji Pokok

 

         5.500.000

(i) Tunjangan Pajak

 

              35.167

Penghasilan bruto (kotor) sebulan

 

         5.464.833

Pengurangan

 

 

1. (iii) Biaya Jabatan: 5% x 5.464.833,00 = 276.758,00

          276.758

 

2. Iuran/Jaminan Pensiun, 1% dari gaji pokok

            55.000

 

3. (iv) JP (Jaminan Pensiun), 1% dari gaji pokok, jika ada

            60.000

 

 

 

          (331.758)

(v) Penghasilan neto (bersih) sebulan

 

         5.203.408

Penghasilan neto setahun 12 x 5.203.408,00

 

       62.440.900

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

     54.000.000

 

 

 

(54.000.000)

(vii) Penghasilan Kena Pajak Setahun

 

         8.440.000

PPh Terutang = 5% x 8.440.000,00

 

            422.000

PPh Pasal 21 Bulan September = 422.000 / 12

 

              35.167

Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan 120%, sehingga PPh 21 terutangnya menjadi Rp 35.167 x 120% = Rp 42.200.

Soal Kasus 3:
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah dan mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian Komunikasi & Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000 per bulan.
PT. Onix Komunika mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 60.000 per bulan.
Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji.
Pada bulan Juli 2023, di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur (overtime) senilai Rp 2.000.000.
Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Gaji Pokok

 

6.000.000

(i) Tunjangan Lainnya (jika ada)

 

2.000.000

(ii) JKK 0,24%

 

14.400

JK 0,3%

 

18.000

Penghasilan Bruto

 

8.032.400

Pengurangan:

 

 

1. (iii) Biaya jabatan 5% x 8.032.400

401.620

 

2. Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari gaji pokok

120.000

 

3. (iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji pokok

60.000

 

 

 

(581.620)

Penghasilan neto (bersih) sebulan

 

7.450.780

(v) Penghasilan NETTO setahun 12 x Rp7.450.780,00

 

89.409.360

(vi) PTKP

54.000.000

 

 

 

(54.000.000)

Penghasilan Kena Pajak Setahun

 

35.409.360

(vii) Pembulatan ke bawah

 

35.409.000

PPh Terutang 5% x 35.409.000

 

1.770.450

PPh Pasal 21 Bulan Juli: 1.770.450/12

 

147.538

Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, akan dikalikan 120%, sehingga PPh Pasal 21 Bulan Juli menjadi Rp 147.538 x 120% = Rp 177.046.

Referensi:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Online-pajak.com
Pajakku.com

Realated Post:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar