Latar Belakang
Kurikulum
merupakan instrumen penting
yang berkontribusi untuk menciptakan
pembelajaran yang inklusif.
Inklusif tidak hanya tentang
menerima peserta didik dengan kebutuhan khusus. Tetapi, inklusif
artinya satuan pendidikan
mampu menyelenggarakan iklim pembelajaran
yang menerima dan menghargai perbedaan,
baik perbedaan sosial,
budaya, agama, dan suku
bangsa. Pembelajaran yang menerima
bagaimanapun fisik, agama, dan identitas para peserta didiknya.
Dalam kurikulum, inklusi dapat tercermin melalui
penerapan profil pelajar Pancasila, misalnya
dari dimensi kebinekaan
global dan akhlak kepada
sesama serta dari
pembelajaran berbasis projek
(project based learning). Pembelajaran berbasis
projek ini nantinya akan otomatis
memfasilitasi tumbuhnya toleransi
sehingga terwujudlah inklusi.
Implementasi
kurikulum oleh satuan
pendidikan harus memperhatikan ketercapaian
kompetensi peserta didik
pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus. Masa pandemi Covid-19
merupakan salah satu
kondisi khusus yang
menyebabkan ketertinggalan
pembelajaran (learning loss)
yang berbeda-beda pada ketercapaian
kompetensi peserta didik.
Untuk mengatasi ketertinggalan
pembelajaran (learning loss) diperlukan kebijakan pemulihan pembelajaran
dalam jangka waktu
tertentu terkait dengan implementasi
kurikulum oleh satuan
pendidikan.
Implementasi
kurikulum oleh satuan
pendidikan dapat menggunakan kurikulum
yang sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran
peserta didik dan harus memperhatikan ketercapaian kompetensi
peserta didik di
satuan pendidikan dalam rangka
pemulihan pembelajaran. Maka satuan pendidikan diberikan opsi dalam
melaksanakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran bagi peserta
didik. Tiga opsi kurikulum tersebut yaitu Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat
(yaitu Kurikulum 2013 yang disederhanakan oleh
Kemendikbudristek), dan Kurikulum
Merdeka.
Perubahan
kerangka kurikulum tentu
menuntut adaptasi oleh semua elemen sistem pendidikan. Proses
tersebut membutuhkan pengelolaan yang
cermat sehingga menghasilkan
dampak yang kita inginkan,
yaitu perbaikan kualitas
pembelajaran dan pendidikan di
Indonesia.
Pengertian Kurikulum Merdeka
Kurikulum
Merdeka adalah kurikulum
dengan pembelajaran intrakurikuler
yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik
memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan
menguatkan kompetensi. sekolah
memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum yang
sesuai kebutuhan dan konteks masing-masing sekolah. Guru sebagai pekerja profesional yang memiliki
kewenangan untuk bekerja secara
otonom, berlandaskan ilmu
pendidikan. Sehingga, kurikulum antar sekolah bisa dan seharusnya
berbeda, sesuai dengan karakteristik
murid dan kondisi
sekolah, dengan tetap mengacu
pada kerangka kurikulum yang sama. Guru memiliki
keleluasaan untuk memilih berbagai
perangkat ajar sehingga
pembelajaran dapat disesuaikan dengan
kebutuhan belajar dan
minat peserta didik. tujuan
perubahan kurikulum adalah
untuk mengatasi krisis belajar
(learning crisis). Kita
ingin menjadikan sekolah sebagai
tempat belajar yang
aman, inklusif, dan menyenangkan.
Dukungan dari orang tua merupakan salah satu kunci
keberhasilan penerapan Kurikulum Merdeka. Dengan demikian, secara konkret orang
tua bisa menjadi teman dan pendamping belajar bagi anak.
Memahami
kompetensi yang perlu
dicapai anak pada
fasenya. Orang tua dapat
pula mempelajari buku-buku
teks yang digunakan dalam
Kurikulum Merdeka melalui buku.kemdikbud.go.id. Kemendikbudristek terus berupaya untuk menghadirkan
dan menyediakan buku-buku yang lebih asik, tidak terlalu padat, dan lebih
banyak ilustrasi menarik dengan tema yang lebih menyentuh dan relevan.
Pentingnya Kurikulum Merdeka
Berbagai
studi nasional maupun
internasional menunjukkan bahwa Indonesia
telah mengalami krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama.
Studi-studi tersebut menunjukkan bahwa banyak dari anak-anak Indonesia yang
tidak mampu memahami bacaan
sederhana atau menerapkan
konsep matematika dasar. Temuan
itu juga juga
memperlihatkan kesenjangan pendidikan yang curam di
antarwilayah dan kelompok
sosial di Indonesia. Keadaan ini kemudian semakin parah
akibat merebaknya pandemi Covid-19.
Untuk mengatasi krisis dan berbagai tantangan
tersebut, maka kita memerlukan
perubahan yang sistemik,
salah satunya melalui kurikulum.
Kurikulum menentukan materi yang diajarkan di
kelas. Kurikulum juga mempengaruhi
kecepatan dan metode
mengajar yang digunakan
guru untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik. Untuk itulah Kemendikbudristek mengembangkan Kurikulum Merdeka
sebagai bagian penting
dalam upaya memulihkan
pembelajaran dari krisis yang sudah lama kita alami.
Kurikulum Nasional v.s Kurikulum Satuan pendidikan
Kita perlu memahami dua perbedaan sebelum berbicara
tentang pergantian kurikulum, yakni antara kerangka kurikulum nasional dan kurikulum
tingkat satuan pendidikan.
Kurikulum nasional merupakan
kurikulum yang ditetapkan pemerintah sebagai acuan para guru
untuk menyusun kurikulum
di tingkat satuan pendidikan. Sedangkan,
kurikulum tingkat satuan
pendidikan merupakan kurikulum yang seharusnya secara periodik
dievaluasi dan diperbaiki agar sesuai dengan perubahan karakteristik peserta
didik serta perkembangan isu kontemporer.
Kerangka kurikulum nasional harus
memberikan ruang inovasi
dan kemerdekaan, sehingga dapat
dan harus dikembangkan lebih lanjut oleh masing-masing sekolah.
Pada Intinya, kerangka
kurikulum nasional seharusnya
relatif ajeg, tidak cepat berubah, tapi memungkinkan adaptasi dan perubahan
yang cepat di tingkat sekolah. Inilah yang Kemendikbudristek lakukan
dengan merancang Kurikulum Merdeka. Faktanya,
laju perubahan kurikulum
nasional kita sebenarnya tidak
terlalu cepat, bahkan
melambat.
Jika kita perhatikan, sejak
ditetapkannya UU No.
20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, laju perubahan kurikulum melambat
dari KBK
di tahun 2004,
KTSP di tahun
2006, dan yang terakhir adalah Kurikulum
2013 (K-13) di
tahun 2013. Kurikulum
Merdeka baru akan menjadi kurikulum nasional pada tahun 2024.
(disarikan dari: Buku Saku Tanya Jawab Kurikulum
Merdeka, Kemendikbud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar