PPh
21 menurut Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-32/PJ/2015
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
subjek pajak dalam negeri.
Wajib
Pajak PPH Pasal 21
Wajib
pajak PPh Pasal 21 adalah orang yang dikenai pajak atas penghasilannya atau
penerima penghasilan yang dipotong PPh21 berdasarkan Perdirjen PER-32/PJ/2015
Pasal 3 wajib pajak PPh 21. Jika disimpulkan peserta wajib pajak terbagi
menjadi 6 kategori, antara lain pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun dan
pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pegawai dan peserta kegiatan. Secara
lebih rinci peserta wajib pajak adalah sebagai berikut:
1. Pegawai;
2. Penerima
uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan wajib pajak PPh 21
3. Wajib
pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
b. Pemain
musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan,
sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis dan
seniman lainnya;
c. Olahragawan;
d. Penasihat,
pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. Pengarang,
peneliti, dan penerjemah;
f. Pemberi
jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa
kepada suatu kepanitiaan;
g. Agen
iklan;
h. Pengawas
atau pengelola proyek;
i. Pembawa
pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j. Petugas
penjaja barang dagangan;
k. Petugas
dinas luar asuransi; dan/atau
l. Distributor
perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya..
4. Anggota
dewan komisaris atau dewan pengawas tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada
perusahaan yang sama
5. Mantan
pegawai; dan/atau
6. Wajib
pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara
lain:
a. Peserta
perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b. Peserta
rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. Peserta
atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
d. Peserta
pendidikan dan pelatihan; atau
e. Peserta
kegiatan lainnya.
Dasar
Pengenaan Pajak (DPP)
Apa
itu Dasar Pengenaan Pajak (DPP)? Adalah dasar pengenaan pajak yang diperoleh
dari penghasilan kena pajak dari wajib pajak penerima penghasilan. Apa saja DPP
bagi para wajib pajak PPh 21? Berikut dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal
21:
1. Penghasilan
Kena Pajak (PKP), yang berlaku bagi:
a. Pegawai
tetap
b. Penerima
pensiun berkala
c. Pegawai
tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif
penghasilan
yang diterima dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000
yang diterima dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000
d. Bukan
pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan
2. Jumlah
penghasilan yang melebihi Rp 450.000 sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak
tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah
satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam
satu bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000.
3. Dasar
pengenaan dan pemotongan PPh 21 selanjutnya adalah 50% dari jumlah penghasilan
bruto yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Perdirjen
Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak
bersifat berkesinambungan.
4. Jumlah
penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima
penghasilan di atas.
Tarif
PPH 21
Setelah
memahami bagaimana Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang dijelaskan di atas, maka
mengetahui berapa pajak PPh 21 yang harus dibayarkan oleh peserta wajib pajak
adalah hal yang penting. Wajib pajak yang dimaksudkan di sini adalah yang
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tarif PPh 21 dipotong dari jumlah
Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dibulatkan ke bawah dalam ribuan penuh.
Pengenaan
tarif PPh bersifat progresif artinya semakin tinggi penghasilan yang Anda
terima atau peroleh, maka akan dikenakan lapis tarif lebih tinggi. Berikut
tarif pajak PPh 21 berdasarkan Tarif Pasal 17 Undang-undang (UU) PPh:
1. Wajib
Pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000, kena 5%
2. Di
atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 kena tarif 15%
3. Di
atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 sebesar 25%
4. Di
atas Rp 500.000.000, tarif yang dipungut sebesar 30%
Namun
peraturan tarif PPh 21 bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP
seperti dikutip dari Perdirjen 32/2015, sebagai berikut:
1. Bagi
penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal
21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib
pajak yang memiliki NPWP.
2. Jumlah
PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah
sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang
bersangkutan memiliki NPWP.
3. Pemotongan
PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan
PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.
4. Dalam
hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghasilan
yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun
kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk
Masa Pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan
tarif sebesar 20% lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.
Tarif
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pakah
PTKP itu? PTKP merupakan jumlah pendapatan wajib pajak yang dibebaskan dari
pajak penghasilan. Direktorat Pajak menganggap pendapatan itu digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dasar wajib pajak dan keluarga sehingga tidak dimasukkan
dalam perhitungan PPh 21.
Nilai
PTKP ditetapkan oleh Kementerian Keuangan secara berkala, dan selalu mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun. PTKP 2018 masih sama dengan PTKP 2016 yang
ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan No 101/PMK.010/2016, yakni sebesar
Rp 54.000.000 per tahun untuk wajib pajak pribadi yang tidak kawin. Secara
lengkap besarnya PTKP adalah sebagai berikut:
1. Rp
54.000.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
2. Rp
4.500.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
3. Rp
54.000.000 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami;
4. Rp
4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Batasan
PTKP tersebut tidak berlaku untuk:
1. Penghasilan
bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp 4.500.000 sebulan; atau
2. Penghasilan
dimaksud dibayar secara bulanan
3. Penghasilan
berupa honorarium
4. Komisi
yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
Selain
itu, menurut peraturan PTKP bagi karyawati atau wajib pajak wanita yang bekerja
pada satu pemberi kerja, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Bagi
karyawati kawin, tarif PTKP terbaru adalah sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
2. Bagi
karyawati tidak kawin, tarif PTKP terbaru adalah sebesar PTKP untuk dirinya
sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
3. Bagi
karyawati kawin yang suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan dan
menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah (kecamatan), maka tarif
PTKP terbaru adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin
dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
PTKP
Tidak Tetap atau Tenaga kerja lepas yang tidak dibayar secara bulanan ataupun
penghasilan kumulatif selama satu bulan tidak melebih Rp4.500.000, sesuai
dengan peraturan PTKP, maka ketentuannya sebagai berikut:
1. Tidak
dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari belum melebihi
Rp450.000
2. Dilakukan
pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari sebesar atau melebihi
Rp450.000 tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto;
3. Bila
pegawai tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender
melebihi Rp4.500.000, maka jumlah tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto;
4. Rata-rata
penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah
borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.
5. PTKP
sebenarnya adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
6. PTKP
sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP
per tahun Rp 54.000.000 dibagi 360 hari.
7. Bila
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas tersebut mengikuti program jaminan
atau tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
Bagi
pegawai harian maupun tidak tetap lainnya, ketentuannya adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan
yang kurang dari Rp450.000 per hari tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.
2. Ketentuan
PTKP itu tidak berlaku dalam hal:
a. Penghasilan
bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp4.500.000 sebulan; atau
b. Penghasilan
dimaksud dibayar secara bulanan
3. Pada pasal 1 dan 2 tersebut tidak
berlaku atas:
a. Penghasilan
berupa honorarium
b. Komisi
yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
Sumber: cermati.com
Related Post:
Related Post:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar