Jumat, 09 Agustus 2019

Membentuk Mental Juara

Sebuah keberhasilan sangat ditentukan oleh mentalitas yang kita miliki. Mentalitas kita akan menentukan apakah kita akan menang atau kalah dalam kehidupan ini. Oleh karena itu kita perlu membangun mentalitas seorang pemenang yang akan membawa dampak dalam pekerjaan kita dan juga pada proses pencapaian. Ingatlah selalu bahwa kita telah ditentukan untuk menang bahkan lebih dari pemenang, jadi sangatlah tidak wajar kalau kita terus menerus mengalami kekalahan dalam hidup ini. Seseorang dengan sikap mental pemenang akan selalu mampu bertahan dalam situasi yang sulit bahkan terus berusaha mencapai hasil yang terbaik
Pada era baru sekarang, kehidupan dirasakan semakin keras dan kompetitif hampir di segala bidang kehidupan. Kenyataan ini mengharuskan kita untuk mempertinggi kapasitas dan kapabilitas agar bisa eksis, survive, dan dalam persaingan yang sangat ketat itu kita harus jadi pemenang (be winner), bukan pecundang (loser).

Mental sebagai pemenang ini, menurut Sayyid Qutub, harus menjadi watak dan karakter kaum Muslim. Iman yang kuat, perjuangan yang tak kenal lelah (jihad), tahan uji, dan kesabaran yang membaja (shabrun wa tsabat), disertai penyerahan diri secara total kepada Allah semata (tawakkulun wa tawajjuhun ila Allahi wahdah), merupakan jalan kemenangan yang diajarkan Islam. (Ma`alim fi al-Thariq, 1978).
Dalam Alquran, kaum Muslim diingatkan agar memiliki kesiapan mental sebagai pemenang, memiliki rasa percaya diri (self confidence) yang tinggi, dan tak boleh memelihara sikap keluh kesah (blaming) apalagi sindrom rendah diri. “Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih hati. Padahal, kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS Ali Imran [3]: 139).
Untuk menjadi pemenang, selain memiliki ilmu (knowledge) dan keterampilan tinggi (skillful), kita perlu membekali diri dengan empat kekuatan lain. Pertama, visi atau cita-cita yang tinggi (himmah aliyah). Perlu disadari bahwa manusia hanya sebesar visinya, tak lebih dari itu. Visi adalah kekuatan, karena menurut para ulama visi bisa merobohkan hambatan sebesar gunung sekali pun (himmat al-rijal tahdim al-jibal).
Kedua, keyakinan yang kuat bahwa apa yang dicita-citakan akan menjadi kenyataan. Keyakinan juga penting, karena orang yang tidak yakin ia tak bisa melangkah lebih jauh. Keyakinan berbeda dengan preferensi. Preferensi bisa ditawar-tawar, sedangkan keyakinan tidak. Bagi para pejuang Islam, keyakinan di sini termasuk keyakinan akan janji kemenangan dan pertolongan dari Allah. “Hai orang-orang Mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad [47]: 7).
Ketiga, keberanian (syaja'ah) dalam mencapai cita-cita. Keberanian, kata al-Ghazali, termasuk salah satu keutamaan yang menjadi pangkal kebaikan dan kemenangan. Tak ada keberhasilan tanpa keberanian, baik dalam soal agama maupun dunia. Keberhasilan hanya milik orang-orang yang berani. Yaitu, keberanian dalam mengambil keputusan serta membela dan mempertahankan apa yang diyakini sebagai kebenaran apa pun risikonya. (QS al-Maidah [5]: 54).
Keempat, mental dan karakter pemenang. Salah satu karakter pemenang adalah menjadi pelaku atau pemain player (fa'il) bukan penonton apalagi hanya objek tontonan (maf'ul). Sebab, hanya pemainlah yang berpeluang besar menjadi pemenang. Maka, perintah Alquran agar kita bersaing (QS al-Baqarah [2]: 148), bersikap profesional, ihsan dan itqan (QS an-Naml [27]: 88), hidup dan mati sebagai yang terbaik, dan the best (QS al-Mulk [67]: 2), semuanya merupakan pembelajaran agar kita memiliki mental dan karakter sebagai pemenang.

sumber : republika.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar