Sebuah keberhasilan sangat
ditentukan oleh mentalitas yang kita miliki. Mentalitas kita akan menentukan
apakah kita akan menang atau kalah dalam kehidupan ini. Oleh karena itu kita
perlu membangun mentalitas seorang pemenang yang akan membawa dampak dalam
pekerjaan kita dan juga pada proses pencapaian. Ingatlah selalu bahwa kita
telah ditentukan untuk menang bahkan lebih dari pemenang, jadi sangatlah tidak
wajar kalau kita terus menerus mengalami kekalahan dalam hidup ini. Seseorang
dengan sikap mental pemenang akan selalu mampu bertahan dalam situasi yang
sulit bahkan terus berusaha mencapai hasil yang terbaik
Pada era baru sekarang,
kehidupan dirasakan semakin keras dan kompetitif hampir di segala bidang
kehidupan. Kenyataan ini mengharuskan kita untuk mempertinggi kapasitas dan
kapabilitas agar bisa eksis, survive, dan dalam
persaingan yang sangat ketat itu kita harus jadi pemenang (be
winner), bukan pecundang (loser).
Mental sebagai pemenang
ini, menurut Sayyid Qutub, harus menjadi watak dan karakter kaum Muslim. Iman
yang kuat, perjuangan yang tak kenal lelah (jihad), tahan uji, dan kesabaran
yang membaja (shabrun wa
tsabat), disertai penyerahan diri secara total kepada Allah semata
(tawakkulun wa tawajjuhun
ila Allahi wahdah), merupakan jalan kemenangan yang diajarkan
Islam. (Ma`alim fi al-Thariq,
1978).
Dalam Alquran, kaum Muslim diingatkan agar
memiliki kesiapan mental sebagai pemenang, memiliki rasa percaya diri (self confidence) yang
tinggi, dan tak boleh memelihara sikap keluh kesah (blaming) apalagi sindrom rendah diri.
“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih hati.
Padahal, kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu
orang-orang yang beriman. (QS Ali Imran [3]: 139).
Untuk menjadi pemenang, selain memiliki ilmu
(knowledge) dan
keterampilan tinggi (skillful),
kita perlu membekali diri dengan empat kekuatan lain. Pertama, visi atau cita-cita yang tinggi (himmah aliyah). Perlu
disadari bahwa manusia hanya sebesar visinya, tak lebih dari itu. Visi adalah
kekuatan, karena menurut para ulama visi bisa merobohkan hambatan sebesar
gunung sekali pun (himmat
al-rijal tahdim al-jibal).
Kedua, keyakinan yang
kuat bahwa apa yang dicita-citakan akan menjadi kenyataan. Keyakinan juga
penting, karena orang yang tidak yakin ia tak bisa melangkah lebih jauh.
Keyakinan berbeda dengan preferensi. Preferensi bisa ditawar-tawar, sedangkan
keyakinan tidak. Bagi para pejuang Islam, keyakinan di sini termasuk keyakinan
akan janji kemenangan dan pertolongan dari Allah. “Hai orang-orang Mukmin, jika
kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu.” (QS Muhammad [47]: 7).
Ketiga, keberanian (syaja'ah) dalam mencapai cita-cita. Keberanian, kata
al-Ghazali, termasuk salah satu keutamaan yang menjadi pangkal kebaikan dan
kemenangan. Tak ada keberhasilan tanpa keberanian, baik dalam soal agama maupun
dunia. Keberhasilan hanya milik orang-orang yang berani. Yaitu, keberanian
dalam mengambil keputusan serta membela dan mempertahankan apa yang diyakini
sebagai kebenaran apa pun risikonya. (QS al-Maidah [5]: 54).
Keempat, mental dan karakter pemenang. Salah satu karakter pemenang adalah menjadi pelaku
atau pemain player (fa'il)
bukan penonton apalagi hanya objek tontonan (maf'ul).
Sebab, hanya pemainlah yang berpeluang besar menjadi pemenang. Maka, perintah
Alquran agar kita bersaing (QS al-Baqarah [2]: 148), bersikap profesional,
ihsan dan itqan (QS an-Naml [27]: 88), hidup dan mati sebagai yang terbaik, dan
the best (QS al-Mulk [67]: 2), semuanya merupakan pembelajaran agar kita
memiliki mental dan karakter sebagai pemenang.
sumber : republika.
sumber : republika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar