Sabtu, 01 Desember 2018

Meningkatkan Kecerdasan Emosi Guru

Sumber : unjkita.com



PADA KENYATAANNYA TIDAK SEMUA ORANG YANG BERINTELEGENSI TINGGI MEMPEROLEH PRESTASI SEPERTI APA YANG DIINGINKAN. KECERDASAN EMOSI PUN MENJADI FAKTOR PENENTU PRESTASI SESEORANG.
Daniel Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa, melainkan mengelola perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif.
Pernahkah teman-teman pendidik meluapkan emosi kemarahan dengan alasan yang tidak jelas di dalam kelas? Atau bahkan pernah menangis karena ulah siswa ketika proses pembelajaran berlangsung dengan berbagai sebab? Pernah merasa tidak dianggap ketika mengajar? Kesel? Stres?
Sepengalaman saya ketika tahun pertama menjadi seorang guru, saya cukup sulit mengendalikan emosi saya sendiri. Ternyata yang namanya “sabar” itu tidak gampang. Ternyata menahan emosi negatif juga tidak gampang. Untuk itulah, sebagai seorang guru kita sangat perlu mengelola emosi diri kita sendiri, terutama bagi guru pemula yang masih mempunyai jam terbang mengajar sedikit.

Pengelolaan emosi sangat penting kita lakukan dalam menghadapi suatu masalah karena dalam memecahkan suatu masalah harus disertai dengan emosi yang benar-benar terkontrol. Banyak orang yang kurang bisa mengontrol emosi pada saat menyelesaikan masalah dan ujung-ujungnya masalah yang seharusnya ia selesaikan malah menjadi tambah rumit dan sulit untuk diselesaikan.
Agar pembelajaran berlangsung optimal dan menghasilkan hasil belajar yang maksimal ada beberapa cara yang dilakukan oleh teman-teman pendidik untuk meningkatkan kecerdasan emosional dalam proses pembelajaran di kelas. Kita diharapkan mampu mengembangkan kecerdasan emosi dalam pembelajaran sebagai salah satu pengamalan dari etika kerja profesi sebagai pendidik.
1. Kendalikan dan Kurangi emosi negatif
Jika teman-teman pendidik pernah merasakan perilaku siswa yang negatif, hindari memberikan penilaian langsung terhadap perilaku siswa tersebut. Kita harus berpikir dengan berbagai cara pandang ketika dihadapi situasi seperti itu. Misalnya, bisa saja siswa tersebut tidak memperhatikan penjelasan guru ketika proses pembelajaran atau siswa tersebut sibuk dengan dirinya sendiri, karena guru kurang menarik dalam pembelajaran atau kurang bisa mengelola kelas. Sebaiknya, teman-teman pendidik menghindari personalisasi negatif kepada siswa dengan tiba-tiba. Perluaslah perspektif untuk mengurangi persepsi negatif pada siswa.
Selain itu, pernahkah diantara teman-teman pendidik merasa sulit diterima oleh siswa ketika proses pembelajaran berlangsung? Diterima yang dimaksud, bukan karena sulitnya pelajaran yang diajarkan, tapi sikap penerimaan siswa terhadap guru. Jika sedang terjadi penolakan oleh siswa, apa yang teman-teman pendidik lakukan? Tetap memaksa? Marah-marah di kelas? Sebenarnya kita telah terserang ketakutan. Takut jika siswa tidak menerima kita ketika proses pembelajaran berlangsung di kelas.
Penyebab ketakutan tidak diterimanya seorang guru oleh siswanya karena ketidakyakinan akan kemampuan melaksanakan pembelajaran. Jangan sampai hal tersebut terjadi pada teman-teman pendidik. Kita harus memberikan berbagai pilihan strategi pada diri kita sendiri, sehingga apapun yang terjadi di dalam kelas, kita tetap mempunyai alternatif yang kuat untuk mengatasi situasi, tidak selalu marah-marah apabila terjadi penolakan dari siswa. Pandailah mengendalikan emosi negatif yang mungkin saja ada dalam diri kita.
Selain itu, agar siswa dapat menerima guru, maka guru harus selalu berusaha meningkatkan kualitas diri dan jangan malas untuk meng-upgrade informasi dan pengetahuan baru.
2. Tetap Tenang dan Kelola Stres dengan Baik
Apakah teman-teman pendidik pernah mengalami stres? Stres karena urusan administrasi guru, seperti RPP, UKG, dan lain-lain. Belum lagi kalau dihadapkan dengan sikap siswa di dalam kelas. Tentu, jika permasalahan tersebut tidak dapat dikelola dengan baik akan sangat berpengaruh pada performa guru di kelas.
Untuk mengatasi situasi yang membuat stres, hal yang paling penting dilakukan adalah tetap berpikir masuk akal dan tenang. Ambil udara segar dan minum air putih. Hindari kafein karena akan meningkatkan kecemasan. Dan sangat perlu, olahraga ringan di pagi hari. Apabila vitalitas tubuh terjaga baik, maka kepercayaan diri akan tumbuh.
Selain itu, teman-teman pendidik juga harus berada di lingkungan yang kondusif, sunyi, dan asri, seperti taman, pantai, kebun, ruang santai, dan lain sebagainya. Jika stress sudah memuncak, sebaiknya teman-teman pendidik bisa berekreasi dengan keluarga untuk penyegaran diri. Setelah sudah merasa tenang, silakan mengajar dan ciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
3. Proaktif atauTidak Reaktif
Guru terkadang menghadapi siswa-siswa yang “istimewa” sehingga pengelolaan kelas tidak mudah. Hal ini seharusnya dihadapi sebagai tantangan, bukanlah penghalang. Guru semestinya bisa bertindak proaktif, misalnya dengan melakukan hal sebagai berikut:
a. Ketika merasa marah dan kecewa terhadap siswa, sebelum mengatakan sesuatu yang mungkin bisa membuat menyesal di kemudian hari, bernafaslah dalam-dalam selama kurang lebih sepuluh menit. Begitu selesai bernafas diharapkan kita bisa mendapatkan cara yang lebih baik dalam berkomunikasi sehingga terhindar dari kalimat yang tidak baik.
Atau ada cara lain, yaitu dengan mengembangkan sikap empati, dan merasakan apa yang dirasakan oleh peserta didik ketika dimarahi oleh guru. Kalau kemarahan sifatnya mendidik dan membangun siswa, mungkin ada manfaatnya. Namun, jika marah dengan kata-kata kasar, tentu akan sangat tidak baik terhadap dampak psikologis siswa.
b. Untuk mengurangi sikap reaktif, cobalah bersikap lebih obyektif, sehingga mendapatkan solusi yang lebih baik. Hindari memberikan negative judgmentterhadap siswa. Berusahalah untuk selalu merespon setiap prilaku peserta didik secara positif, dan menghindari respon negatif.
c. Lakukan komunikasi yang efektif dengan siswa. Salam, senyum, dan sapa, barangkali adalah salah satu bentuk komunikasi yang sangat sederhana, tetapi kalau kita lakukan dengan ketulusan hati akan dapat menjadikan sarana komunikasi yang efektif antara guru dangan siswa.
 4. Bersikap Tegas
Ada saatnya teman-teman pendidik harus bersikap tegas. Seperti contoh di dalam kelas, siswa harus tahu, “Who is The Boss?”. Hal ini berhubungan juga dengan pengelolaan kelas. Jika kita dihadapkan dengan suasana kelas yang cukup sulit diatur, siswa yang selalu mengobrol, dan tidak mendengarkan guru menjelaskan pelajaran, maka sikap ketegasan kita sangat perlu diterapkan.
Sebagai guru, kita harus paham mana hal-hal yang dapat diterima dan ditolerir dalam pengelolaan kelas. Ketegasan dan kejelasan posisi guru pada situasi tertentu harus dapat ditunjukkan. Namun dalam hal kemampuan guru untuk bersikap tegas tetap harus bersifat humanis dan tidak kaku, agar siswa pun tidak merasakan ketegangan saat proses pembelajaran di dalam kelas. Teman-teman pendidik harus selalu berusaha untuk menjadi teladan dalam menegakkan aturan dan disiplin dalam pembelajaran.
5. Optimis dan Pantang Menyerah Menghadapi Tantangan
Menjadi seoang guru, berarti secara tidak langsung, kita dituntut untuk menjadi manusia yang hampir sempurna. Sempurna yang dimaksud adalah tidak mengenal kata menyerah ketika dihadapi sebuah tantangan. Kita seharusnya bisa membedakan harapan dengan keputusasaan, optimis dengan frustrasi, kemenangan dengan kekalahan.
Guru harus selalu optimis, penuh harapan, serta senatiasa belajar dan mencoba setiap saat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Ketika guru merasakan kegagalan, maka guru harus tetap bersemangat dan berpikir positif. Ingatlah selalu, kitalah garda terdepan peradaban sebuah bangsa dan ditangan kitalah calon-calon pemimpin sedang dipersiapkan. Maka, tidak ada kata menyerah bagi kita yang sedang berjuang mendidik calon pemimpin masa depan.
6. Ekspresikan Emosi Kedekatan dengan Siswa
Ketegasan seorang guru memang sangat diperlukan, namun mendidik siswa pun harus penuh nuansa cinta dan kepedulian. Cinta dan kepedulian pada siswa perlu diekspresikan agar suasana pembelajaran menjadi hangat. Suasana kehangatan seperti di dalam keluarga harus dapat diciptakan oleh guru di dalam kelas.
Bahasa tubuh seperti eye contact (kontak mata), senyum, dan gerak tubuh, ekspresi wajah menunjukkan sikap persahabatan. Selain itu intonasi suara, volume suara, dan humor juga sangat penting untuk menunjukkan cinta dan perhatian dari guru kepada siswa. Apabila tidak ada cinta dan kasih sayang, maka kekuatan intelektual dan fisik dalam diri siswa tidak akan berkembang dengan alami.
Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar