PADA KENYATAANNYA TIDAK SEMUA ORANG YANG
BERINTELEGENSI TINGGI MEMPEROLEH PRESTASI SEPERTI APA YANG DIINGINKAN.
KECERDASAN EMOSI PUN MENJADI FAKTOR PENENTU PRESTASI SESEORANG.
Daniel Goleman mengatakan bahwa kecerdasan
emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa,
melainkan mengelola perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara
tepat dan efektif.
Pernahkah teman-teman pendidik meluapkan emosi
kemarahan dengan alasan yang tidak jelas di dalam kelas? Atau bahkan pernah
menangis karena ulah siswa ketika proses pembelajaran berlangsung dengan
berbagai sebab? Pernah merasa tidak dianggap ketika mengajar? Kesel? Stres?
Sepengalaman saya ketika tahun pertama menjadi
seorang guru, saya cukup sulit mengendalikan emosi saya sendiri. Ternyata yang
namanya “sabar” itu tidak gampang. Ternyata menahan emosi negatif juga tidak
gampang. Untuk itulah, sebagai seorang guru kita sangat perlu mengelola emosi
diri kita sendiri, terutama bagi guru pemula yang masih mempunyai jam terbang
mengajar sedikit.
Pengelolaan emosi sangat penting kita lakukan dalam menghadapi suatu masalah karena dalam memecahkan suatu masalah harus disertai dengan emosi yang benar-benar terkontrol. Banyak orang yang kurang bisa mengontrol emosi pada saat menyelesaikan masalah dan ujung-ujungnya masalah yang seharusnya ia selesaikan malah menjadi tambah rumit dan sulit untuk diselesaikan.
Agar pembelajaran berlangsung optimal dan
menghasilkan hasil belajar yang maksimal ada beberapa cara yang dilakukan oleh
teman-teman pendidik untuk meningkatkan kecerdasan emosional dalam proses
pembelajaran di kelas. Kita diharapkan mampu mengembangkan kecerdasan emosi
dalam pembelajaran sebagai salah satu pengamalan dari etika kerja profesi
sebagai pendidik.
1. Kendalikan dan
Kurangi emosi negatif
Jika teman-teman pendidik pernah merasakan
perilaku siswa yang negatif, hindari memberikan penilaian langsung terhadap
perilaku siswa tersebut. Kita harus berpikir dengan berbagai cara pandang
ketika dihadapi situasi seperti itu. Misalnya, bisa saja siswa tersebut tidak
memperhatikan penjelasan guru ketika proses pembelajaran atau siswa tersebut
sibuk dengan dirinya sendiri, karena guru kurang menarik dalam pembelajaran
atau kurang bisa mengelola kelas. Sebaiknya, teman-teman pendidik menghindari
personalisasi negatif kepada siswa dengan tiba-tiba. Perluaslah perspektif
untuk mengurangi persepsi negatif pada siswa.
Selain itu, pernahkah diantara teman-teman
pendidik merasa sulit diterima oleh siswa ketika proses pembelajaran
berlangsung? Diterima yang dimaksud, bukan karena sulitnya pelajaran yang
diajarkan, tapi sikap penerimaan siswa terhadap guru. Jika sedang terjadi
penolakan oleh siswa, apa yang teman-teman pendidik lakukan? Tetap memaksa?
Marah-marah di kelas? Sebenarnya kita telah terserang ketakutan. Takut jika
siswa tidak menerima kita ketika proses pembelajaran berlangsung di kelas.
Penyebab ketakutan tidak diterimanya seorang
guru oleh siswanya karena ketidakyakinan akan kemampuan melaksanakan
pembelajaran. Jangan sampai hal tersebut terjadi pada teman-teman pendidik.
Kita harus memberikan berbagai pilihan strategi pada diri kita sendiri,
sehingga apapun yang terjadi di dalam kelas, kita tetap mempunyai alternatif
yang kuat untuk mengatasi situasi, tidak selalu marah-marah apabila terjadi
penolakan dari siswa. Pandailah mengendalikan emosi negatif yang mungkin saja
ada dalam diri kita.
Selain itu, agar siswa dapat menerima guru,
maka guru harus selalu berusaha meningkatkan kualitas diri dan jangan malas
untuk meng-upgrade informasi dan pengetahuan baru.
2. Tetap Tenang
dan Kelola Stres dengan Baik
Apakah teman-teman pendidik pernah mengalami
stres? Stres karena urusan administrasi guru, seperti RPP, UKG, dan lain-lain.
Belum lagi kalau dihadapkan dengan sikap siswa di dalam kelas. Tentu, jika
permasalahan tersebut tidak dapat dikelola dengan baik akan sangat berpengaruh
pada performa guru di kelas.
Untuk mengatasi situasi yang membuat stres,
hal yang paling penting dilakukan adalah tetap berpikir masuk akal dan tenang.
Ambil udara segar dan minum air putih. Hindari kafein karena akan meningkatkan
kecemasan. Dan sangat perlu, olahraga ringan di pagi hari. Apabila vitalitas
tubuh terjaga baik, maka kepercayaan diri akan tumbuh.
Selain itu, teman-teman pendidik juga harus
berada di lingkungan yang kondusif, sunyi, dan asri, seperti taman, pantai,
kebun, ruang santai, dan lain sebagainya. Jika stress sudah memuncak, sebaiknya
teman-teman pendidik bisa berekreasi dengan keluarga untuk penyegaran diri.
Setelah sudah merasa tenang, silakan mengajar dan ciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan.
3. Proaktif
atauTidak Reaktif
Guru terkadang menghadapi siswa-siswa yang
“istimewa” sehingga pengelolaan kelas tidak mudah. Hal ini seharusnya dihadapi
sebagai tantangan, bukanlah penghalang. Guru semestinya bisa bertindak
proaktif, misalnya dengan melakukan hal sebagai berikut:
a. Ketika merasa marah dan kecewa terhadap
siswa, sebelum mengatakan sesuatu yang mungkin bisa membuat menyesal di
kemudian hari, bernafaslah dalam-dalam selama kurang lebih sepuluh menit.
Begitu selesai bernafas diharapkan kita bisa mendapatkan cara yang lebih baik
dalam berkomunikasi sehingga terhindar dari kalimat yang tidak baik.
Atau ada cara lain, yaitu dengan mengembangkan
sikap empati, dan merasakan apa yang dirasakan oleh peserta didik ketika
dimarahi oleh guru. Kalau kemarahan sifatnya mendidik dan membangun siswa,
mungkin ada manfaatnya. Namun, jika marah dengan kata-kata kasar, tentu akan
sangat tidak baik terhadap dampak psikologis siswa.
b. Untuk mengurangi sikap reaktif, cobalah
bersikap lebih obyektif, sehingga mendapatkan solusi yang lebih baik. Hindari
memberikan negative judgmentterhadap siswa. Berusahalah untuk
selalu merespon setiap prilaku peserta didik secara positif, dan menghindari
respon negatif.
c. Lakukan komunikasi yang efektif dengan
siswa. Salam, senyum, dan sapa, barangkali adalah salah satu bentuk komunikasi
yang sangat sederhana, tetapi kalau kita lakukan dengan ketulusan hati akan
dapat menjadikan sarana komunikasi yang efektif antara guru dangan siswa.
4. Bersikap
Tegas
Ada saatnya teman-teman pendidik harus
bersikap tegas. Seperti contoh di dalam kelas, siswa harus tahu, “Who
is The Boss?”. Hal ini berhubungan juga dengan pengelolaan kelas. Jika kita
dihadapkan dengan suasana kelas yang cukup sulit diatur, siswa yang selalu
mengobrol, dan tidak mendengarkan guru menjelaskan pelajaran, maka sikap
ketegasan kita sangat perlu diterapkan.
Sebagai guru, kita harus paham mana hal-hal
yang dapat diterima dan ditolerir dalam pengelolaan kelas. Ketegasan dan
kejelasan posisi guru pada situasi tertentu harus dapat ditunjukkan. Namun
dalam hal kemampuan guru untuk bersikap tegas tetap harus bersifat humanis dan
tidak kaku, agar siswa pun tidak merasakan ketegangan saat proses pembelajaran
di dalam kelas. Teman-teman pendidik harus selalu berusaha untuk menjadi
teladan dalam menegakkan aturan dan disiplin dalam pembelajaran.
5. Optimis dan
Pantang Menyerah Menghadapi Tantangan
Menjadi seoang guru, berarti secara tidak
langsung, kita dituntut untuk menjadi manusia yang hampir sempurna. Sempurna
yang dimaksud adalah tidak mengenal kata menyerah ketika dihadapi sebuah
tantangan. Kita seharusnya bisa membedakan harapan dengan keputusasaan, optimis
dengan frustrasi, kemenangan dengan kekalahan.
Guru harus selalu optimis, penuh harapan,
serta senatiasa belajar dan mencoba setiap saat untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. Ketika guru merasakan kegagalan, maka guru harus tetap
bersemangat dan berpikir positif. Ingatlah selalu, kitalah garda terdepan
peradaban sebuah bangsa dan ditangan kitalah calon-calon pemimpin sedang
dipersiapkan. Maka, tidak ada kata menyerah bagi kita yang sedang berjuang
mendidik calon pemimpin masa depan.
6. Ekspresikan
Emosi Kedekatan dengan Siswa
Ketegasan seorang guru memang sangat
diperlukan, namun mendidik siswa pun harus penuh nuansa cinta dan kepedulian.
Cinta dan kepedulian pada siswa perlu diekspresikan agar suasana pembelajaran
menjadi hangat. Suasana kehangatan seperti di dalam keluarga harus dapat
diciptakan oleh guru di dalam kelas.
Bahasa tubuh seperti eye contact (kontak
mata), senyum, dan gerak tubuh, ekspresi wajah menunjukkan sikap persahabatan.
Selain itu intonasi suara, volume suara, dan humor juga sangat penting untuk menunjukkan
cinta dan perhatian dari guru kepada siswa. Apabila tidak ada cinta dan kasih
sayang, maka kekuatan intelektual dan fisik dalam diri siswa tidak akan
berkembang dengan alami.
Referensi:
Goleman, Danier. (2000). Working with
Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Related Posted:
Related Posted:
- Penguatan Pendidikan Karakter
- Paradigma Pendidikan Abad 21
- Pembelajaran berorientasi HOTS
- Kunci Sukses Menempuh Ujian Sekolah
- Strategi Pembelajaran Efektif
- Menumbuhkan Motivasi Belajar
- SMK di Era Milenial...Apa dan Bagaimana?
- Mengenal Media Pembelajaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar